"Perang" Pun Pecah di Dunia Maya - KOMPAS

Aksi demonstrasi menuntut lengsernya rezim Presiden Hosni Mubarak di Mesir berlangsung relatif damai beberapa hari terakhir ini. Tak lagi terlihat bentrokan massal antara penentang dan pendukung Mubarak seperti pekan lalu, yang menewaskan 11 orang dan melukai ratusan orang.

Akan tetapi, perang antardua kubu tersebut masih terus berlangsung di dunia maya. Dua akun Facebook yang menjadi pemicu gerakan revolusi di Mesir, yakni ”6th of April Youth Movement” (Gerakan Pemuda 6 April) dan ”We are all Khaled Said” (Kita Semua Khaled Said), dibanjiri komentar pendukung Mubarak yang mengecam aksi antipemerintah ini.

Mereka menuduh pendukung revolusi ini sebagai agen dan mata-mata pihak asing dan tidak patriotik. ”Kalian semua yang mendukung (gerakan) 6 April dan Khaled Said, saya yakin kalian didukung (kaum) Zionis, atau Hamas, atau Hezbollah,” tulis seseorang bernama Ahmed Shekoo di dinding akun ”We are all Khaled Said”.

Para pendukung presiden bertangan besi itu juga menggunakan kata-kata agresif, taktik menakut-nakuti, hingga ungkapan emosional untuk menyerang para musuh mereka. ”Aku tidak percaya apa yang kalian lakukan terhadap pria itu, bagaimanapun presiden adalah simbol Mesir, dan dia telah mengabdi negara ini selama 30 tahun,” tulis seorang pendukung Mubarak.

Pendukung Mubarak yang lain menjuluki demonstran yang masih bertahan di Alun-alun Tahrir, Kairo, dan tempat-tempat lain di Mesir sebagai ”anak- anak pelacur yang berusaha merusak stabilitas nasional”.

Pihak demonstran menganggap serangan di dunia maya itu merupakan bagian dari kampanye terorganisasi pemerintah untuk memadamkan revolusi.

”Banyak sekali komentar online bernada mencela dan menghina demonstran. Tetapi, sejak Jumat, jumlah mereka turun drastis,” ungkap Salah Mohammed, demonstran dari kelompok oposisi Ikhwanul Muslimin.

Akun palsu

Ahmed Zahran, demonstran dan aktivis dunia maya, menambahkan, pendukung Mubarak itu membuat akun-akun palsu, lalu ramai-ramai bergabung di akun-akun antipemerintah. Begitu diterima, mereka mulai mengumbar omong kosong.

”Komentar-komentar mereka biasanya sangat kasar, yang justru membuat mereka langsung dikenali,” kata Zahran.

Namun, suara-suara antirevolusi ini langsung tenggelam oleh banjir balasan dari pendukung revolusi. ”Setiap ada orang yang memuat sesuatu yang melawan demonstran, kami cepat-cepat merapatkan barisan untuk membalas,” ujar Ibrahim, seorang teknisi komputer dan aktivis dunia maya.

Revolusi di Tunisia dan Mesir memang digalang oleh anak- anak muda di dunia maya melalui Twitter, Facebook, dan berbagai tulisan dan diskusi di blog. Wael Ghonim (32), pejabat eksekutif pemasaran Google Inc, yang sempat ditahan selama 12 hari, dielu-elukan seperti pahlawan saat dibebaskan, Senin. Ghonim-lah yang membuat akun ”We are all Khaled Said” di Facebook.

Metode penggalangan serupa juga dilakukan di sejumlah negara Timur Tengah lain, seperti Suriah, Kuwait, Arab Saudi, dan Palestina. Namun, tidak semua bisa berkembang menjadi aksi nyata. (AFP/DHF)